2024-05-03 21:13

Cerita Luhut Binsar Pandjaitan Bercerita Masa Lalunya

Share

HARIAN PELITA —- 7 Desember 1975. Saya mendapat tugas untuk terjun ke Timor Timur, saat itu kami masih menjadi pengantin baru dan tinggal di asrama di Cijantung. Campur aduk rasanya ketika saya harus pergi meninggalkan istri dan Uli, anak pertama saya yang baru berusia dua tahun.

Saat itulah “critical time” pertama dalam kehidupan pernikahan kami. Banyak yang gugur dalam operasi tersebut dan Ia tak tahu bagaimana kondisi suaminya disana, karena tidak ada satupun alat komunikasi selain surat dan informasi dari komandan.

Namun saya yakin dari kejauhan, bahwa setiap keberuntungan yang saya dapatkan, ada doa tulus dari istri yang selalu ia panjatkan.

Saya selalu bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena lewat petunjuknya, saya bisa memilih istri yang paten seperti Devi.

Saya tidak bisa berada pada posisi sekarang tanpa istri yang selalu mendukung, mendoakan, dan tak jarang pula memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perjalanan karir saya sendiri.

Jadi, untuk kalian yang sedang dalam masa pencarian pasangan hidup, carilah istri/suami yang mampu menjadi partner. Yang mampu mendukungmu dalam senang maupun susah.

Untuk kalian yang sudah menikah, rawatlah cinta dan kasih sayang diantara kalian, karena itulah kunci utama pernikahan yang bahagia.

Biasanya setiap Hari Ulang Tahun Pernikahan tiba, kami merayakannya dengan berlibur bersama atau makan malam bersama anak dan cucu di rumah. Namun, perayaan Ulang Tahun Perkawinan ke-52 ini agak sedikit berbeda, karena kondisi saya yang masih dalam masa pemulihan Kesehatan di Singapura.

Kami hanya memotong tumpeng sebagai bentuk rasa syukur, sembari mengucap doa singkat yang kami harap Tuhan Yesus kabulkan apa yang kami berdua dan keluarga harapkan.

Semoga kiranya Tuhan Yesus memberikan kesempatan kepada kami untuk merawat cita-cita berdua, lewat pendirian Research Center di Toba. Tempat dimana anak-anak bertalenta dari seluruh Indonesia bisa belajar dan berinovasi mengembangkan ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang mereka minati.

Sederhana memang, namun saya berharap bisa menjadi bukti cinta kami kepada bangsa dan negara sehingga mutu pendidikan Indonesia di masa depan bisa sejajar dengan negara maju di dunia. •Redaksi/Sumber Luhut Binsar Pandjaitan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *