Mendidik Pikiran Tanpa Mendidik Hati Itu Bukan Pendidikan
Aristoteles menyampaikan pesan yang begitu dalam, membawa kita pada kesadaran akan bahaya dari pendidikan yang tidak lengkap.
Bayangkan seorang pelaut yang sangat ahli. Dia menguasai semua teknik navigasi, tahu cara membaca bintang, dan memiliki pengetahuan luas tentang kapal serta lautan. Tetapi, jika hatinya tidak terdidik tidak memiliki kebajikan dan rasa tanggung jawab terhadap penumpangnya maka pelaut ini bisa menjadi ancaman.
Alih-alih membawa penumpangnya dengan selamat menuju pelabuhan, ia mungkin memilih rute yang membahayakan, atau bahkan membiarkan mereka terombang-ambing di tengah badai hanya untuk menguji kemampuannya sendiri. Pengetahuan dan keterampilan yang dia miliki tidak akan ada artinya tanpa moralitas dan etika yg membimbing tindakan-tindakannya.
Aristoteles menekankan dampaknya jika hanya mendidik pikiran tanpa hati jauh lebih besar daripada yang terlihat di permukaan.
Individu yang pintar tetapi tidak memiliki empati atau nilai-nilai kebaikan bisa saja menjadi pribadi yang dingin, egois, dan hanya memikirkan kesuksesan dirinya sendiri. “Lihatlah orang-orang yang memiliki kecerdasan luar biasa, tetapi menggunakan kepandaian mereka untuk mengeksploitasi, menipu, atau bahkan menghancurkan orang lain.
Mereka mungkin sukses secara materi, tetapi kosong secara moral. Mereka bisa menciptakan sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang, dan merugikan banyak pihak. Seperti seorang ahli pedang yang terlatih, tetapi tanpa hati yg bijaksana, pedangnya justru bisa menjadi alat pembunuh yang brutal.”
Jika pendidikan hanya fokus pada kecerdasan intelektual tanpa perhatian pada kebajikan hati, kita tidak hanya menghasilkan orang yang cerdas, tetapi juga individu yang berbahaya. Kecerdasan tanpa moralitas adalah kekuatan yang bisa disalahgunakan, dan itu seringkali menghancurkan lebih banyak hal daripada yang dibangun. Dunia telah melihat banyak contoh di mana para pemimpin yang sangat cerdas, tetapi tanpa hati yang baik, membawa kehancuran besar bagi umat manusia.
Mendidik hati berarti menanamkan rasa empati, pengertian, dan kebajikan. Ini adalah akar dari setiap tindakan baik dan benar. Seseorang yang hatinya terdidik akan selalu mempertimbangkan dampak dari tindakannya terhadap orang lain.
Mereka akan menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan, bukan hanya untuk keuntungan pribadi. Mereka memahami bahwa hidup tidak hanya tentang “mendapatkan”, tetapi juga tentang “memberi”. Inilah pendidikan sejati yang diinginkan oleh Aristoteles: pendidikan yang mengangkat manusia, bukan hanya sebagai makhluk cerdas, tetapi juga sebagai makhluk yang memiliki hati dan nilai moral.
Pada akhirnya, tanpa pendidikan hati, dunia ini akan penuh dengan orang-orang pintar yang menghalalkan segala cara demi tujuan mereka. Dan ketika kecerdasan dipisahkan dari moralitas, yang tersisa hanyalah kekosongan, menyisakan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun bagi dunia.
Aristoteles filsuf Yunani kuno
Source:Teropong Filsafat