2024-03-30 19:25

Filmmakers Agus Riyanto Tanggapi Polemik Poster Film “Kiblat”

Share

HARIAN PELITA — Film Kiblat menjadi perbincangan. Lalu bagaimana dengan sesama filmmakers sendiri. Apakah mereka ngepro atau kontra dengan poster film Kiblat yang meresahkan itu?.

Salah satunya tercetus dari filmmakers muda asal Yogyakarta, Agus Riyanto dari Rumah Produksi Khanza Film. Polemik poster film Kiblat juga mengusiknya.

“Saya sebagai produser dan sutradara muda di Indonesia sedikut terusik dengan keriuhan itu dan ingin menanggapi soal poster film Kiblat yang menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Buat saya, sebetulnya sah-sah saja seorang produser dan tim kreatifnya untuk membuat poster promosi tersebut. Tentu saja dengan ide kreatif yang menurut mereka pas dengan kandungan cerita. Tapi sejujurnya semua memang akan bertanya-tanya tentang apa makna poster tersebut?,” tanya Agus serius.

Dia melanjutkan akibat dari itu netizen sudah marah duluan. Begitu juga dengan para tokoh. Tapi menurutnya, sebetulnya di sini ada dua sisi kemarahan. Apakah netizen benar-benar real marah atau ini hanya gorengan saja?

“Kalau ini semata-mata gorengan saja berarti PH di untungkan banyak karena sudah bisa promo gratis sebab banyak orang yang mempergunjingkan tentang poster tersebut. Tapi kalau niatnya melecehkan agama menurut saya sih mereka atau orang kreatif itu pastilah tidak berpikir seperti itu. Karena sejatinya film itu sebagai tontonan yang menghibur,  ada makna yang baik di dalam film tersebut,” kilah sutradara film Danyang Wingit ini.

Fenomena Poster kiblat memang terlanjur digunjingkan yang berujung pada penolakan terhadap film itu.

Tapi ada  juga yang mengasumsikan kekontroversialan itu merupakan strategi marketing belaka. Ini bercontoh pada kasus-kasus terdahulu.

Apakah strategi seperti itu dibenarkan? Menurut  Agus hampir tidak mungkin seorang filmmakers akan menjerumuskan dirinya sendiri kalau tidak ada maksud dan tujuannya.

Apalagi membuat film itu juga butuh biaya besar. Kalau kembali lagi ke pure bisnis kan setidaknya harus balik modal. Syukur alhamdulillah  mendatangkan keuntungan.

Lalu apakah karena bersandar pada nilai estetis semata, poster itu dibenarkan dan tidak dinilai sebagai pelecehan?

Agus menandaskan, ada benarnya juga ketika poster tersebut dinilai tidak memiliki tujuan untuk melecehkan suatu agama ataupun kelompok tertentu.

“Dari sudut pandang nilai estetika, poster yang menyinggung agama mungkin saja memiliki elemen-elemen visual yang menarik atau memunculkan diskusi dalam konteks seni visual,” tandas mantan pemain sinetron Para Pencari Tuhan ini,” tuturnya.

Dia menambahkan, secara etika, menyajikan konten yang menyinggung keyakinan agama bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak sensitif.

Hal ini dapat merusak hubungan antar individu dan komunitas serta memicu konflik sosial yang tidak diinginkan.

Karena itu, penting untuk senantiasa mempertimbangkan dampak sosial dan moral dari karya seni tersebut, serta menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi.

Sejatinya apakah poster film itu ujud cerita secara makro? Sebagai pekerja seni, Agus menanggapi poster film itu dengan bijak.

Menurutnya,  sah-sah saja untuk membuat poster seperti itu karena seni itu bebas ber ekspresi.

“Tapi kalau ternyata atau dirasa poster itu menyinggung ras ataupun sebuah kelompok atau agama,  maka kalau saya sih  akan meminta maaf dan akan merevisi apa yang ada di poster tersebut karena sejatinya kita sebagai pekerja seni memang  tidak ada tujuan untuk melecehkan atau menyinggung suatu kelompok atau pun agama tertentu. Seni itu bebas tapi sopan dan bisa di pertanggungjawaban karyanya,” urai  Produser Eksekutif film Surga Menanti.

Bagi Agus Riyanto, belum tentu juga  poster itu menggambarkan sebuah cerita utuh dari film tersebut secara keseluruhan.

“Saya yakin film kiblat tujuan isinya baik dan pastinya sebagai tontonan dan pasti ada tuntunannya Jadi masyarakat jangan cepat marah dulu menanggapi sebuah film.Kita tonton dulu keseluruhan baru kita bisa komen  dan mengkritik isi dari film tersebut.”

Sebagai seorang pekerja seni, Agus memberikan tanggapan kritis terhadap poster yang dianggap menista agama dengan mempertimbangkan beberapa faktor:

“Penting untuk memahami konteks budaya dan sensitivitas: Penting juga untuk memahami konteks budaya di mana poster tersebut dibuat dan dipublikasikan. Tindakan yang dianggap menista agama dapat sangat subjektif dan berbeda-beda diberbagai budaya. Tapi sebagai pekerja seni, penting untuk memiliki sensitivitas terhadap nilai dan keyakinan agama yang mungkin terpengaruh oleh karya seni,” tuturnya.

“Mengenai pesan dan makna poster. Saya akan mengevaluasi pesan dan makna yang ingin disampaikan oleh poster tersebut. Apakah ada niatan yang jelas untuk menistakan agama, atau apakah hal itu mungkin merupakan hasil dari interpretasi yang beragam?,” urai Agus lagi.

Ditambahkannya lagi, pekerja seni harus respek terhadap agama dan pengikutnya: Sebagai seorang pekerja seni, sangat penting untuk menjaga rasa hormat terhadap agama dan pengikutnya dalam karya-karya yang dibuat.

Bahkan jika ada niatan untuk menyampaikan kritik atau pandangan yang kontroversial, hal itu harus dilakukan dengan cara yang sensitif dan dipertimbangkan. •Redaksi/Satria

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *