2024-05-06 23:00

Cipto Sulistyo Desak Bongkar Mafia Peradilan PT Tjitajam

Share

HARIAN PELITA — Cipto Sulistyo berikan kesaksian terkait pemalsuan surat terkait putusan nomor 108 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kata Saksi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) menyatakan bahwa terdakwa Jahja Komar Hidajat tidak pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Tjitajam.

“Sejak tahun 2015-2016 dari keterangan Dirjen AHU menyatakan dalam SK dan memberitahukan saudara Jahja Komar Hidajat tidak pernah menjadi Direktur maupun Direktur Utama,” jelas Cipto, Jum’at (7/1/2022).

Lebih lanjut, Cipto mengatakan bahwa dirinya telah membeli saham dan aset PT Tjitajam sebanyak 90 persen. Cipto Sulistyo sendiri kini menduduki posisi Komisaris Utama di PT Tjitajam. Untuk itu, Cipto Sulistyo meminta pengadilan harus bisa mengusut tuntas mafia peradilan dalam perkara ini

“Disinilah mudah-mudahan hukum bisa bongkar apa namanya semua mafia-mafia peradilan ini sudah terjadi dari tahun 1999,” tegasnya.

Menyinggung RUPS, Cipto menjelaskan versi Jahja Komar Hidajat yang menjadi Direktur Utama pada saat itu Lorencius Sujito. Namun demikian, Komisaris diisi oleh PT Surya Mega Cakrawala.

RUPS tersebut, saat menjadi saksi dipengadilan membuat Cipto bingung. Karena didalam Undang-Undang tahun 1995 sebuah Perseorangan Terbatas (PT) terdapat dua orang pimpinan.

“Tetapi saya balik bertanya tadi, kenapa PT Tjitajam versi Komar ini Direkturnya Lorensius Sujito, Komisarisnya PT Surya Mega Cakrawala yang notabene dalam Undang-Undang tahun 95 dalam satu PT itu dua orang, disinilah kecurigaan kita timbul,” ungkapnya.

Selain itu, menurut Cipto Sulistyo didalam kesaksiannya di PN Jaktim menyebutkan pimpinan perusahaan yang mana versi Jahja Komar Hidajat didalam akta tahun 1998 tercatat di notaris Elsa Ghazali. Kemunculan akta 1998 terjadi lagi pada tahun 2003 namun notarisnya berbeda. Untuk akte 2003 diutarakan Cipto tertera nama Buntario Tigris sebagai notaris.

“Tetapi Buntario Tigris mengacu kepada 96 sebagai Direktur Utama, jadi ada yang dilongkap akte 1998. Makin besar kecurigaan kita, sehingga kami melaporkan adanya pemalsuan dari perlakuan didalam putusan 108 di PN Jakarta Timur tahun 1999,” kata saksi.●Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *