Ditjen AHU Batal Jadi Saksi Pengesahan PT Tjitajam
HARIAN PELITA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal menghadirkan salah seorang Saksi dari Ditjen AHU Kemenkumham. Menurut Hadi Karsono, Saksi tidak dapat hadir ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan alasan belum memperoleh izin dari pimpinannya.
Rencananya, bila personil Ditjen AHU memenuhi panggilan tersebut diharapkan dapat memberikan penjelasan perihal pengesahan struktur PT Tjitajam. Sayangnya, dalam persidangan perkara pemalsuan surat dengan terdakwa Jahja Komar Hidajat perwakilan Ditjen AHU tidak hadir.
“Saksi tidak bisa hadir, belum dapat izin dari atasannya,” singkat Hadi, Selasa (18/1/2022).
Sementara, Reynold Thonak menyampaikan untuk menyelesaikan benang kusut permasalahan yang dihadapi kliennya dibutuhkan keterangan Saksi. Sebab, kliennya Jahja Komar Hidajat kini duduk di kursi pesakitan PN Jaktim.
Bahkan, dia menduga, Ponten Cahaya Surbakti menjadi aktor utama dalam permasalahan hukum yang melibatkan kliennya. Disisi lain, Ponten Cahaya Surbakti telah melakukan pembajakan PT Tjitajam bekerjasama oknum Ditjen AHU.
” Seharusnya Jaksa menghadirkan saksi dari AHU, sama ada saksi Ponten Cahaya Surbakti yang kami minta dihadirkan karena memang biang kerok dari masalah PT Tjitajam,” tegas tim kuasa hukum Jahja Komar Hidajat.
Ia menambahkan, bila saksi-saksi dapat memenuhi panggilan pengadilan maka seluruh permasalahan diyakininya bisa terang benderang. Maka, dengan tidak datangnya Saksi dari Ditjen AHU ke PN Jaktim dinilai olehnya terkesan menghindar.
Lebih lanjut, Reynold meminta Ditjen AHU untuk lebih bersikap ksatria dalam memenuhi panggilan pengadilan. Sebagai warga negara yang baik serta memahami hukum, menurutnya, perwakilan AHU dalam kesempatan berikutnya dapat hadir.
” Saya juga tidak tahu lagi berbicara ke belakang, kenapa kemudian Jaksa bisa kemudian P21 ini. Seharusnya, kalau Jaksa berbicara tentang PT seharusnya Jaksa melihat tentang Undang-Undang PT (Perseroan). Jangan hanya mansetnya hukum pidana terus, mansetnya memenjarakan orang terus,” kata Reynold mengkritik JPU.
Berbicara kasus ini, kata dia, JPU disarankan lebih mengedepankan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Proses pengangkatan seorang Direktur dikatakannya memenuhi syarat RUPS, akan tetapi tengah menanti pengesahan dari Ditjen AHU. Selanjutnya, sahnya RUPS ditentukan melalui kuorum rapat pemegang saham dalam suatu perseroan dan bukan Ditjen AHU yang menentukan RUPS sah atau tidaknya. ●Red/Dw