
Eks Ketua PN Surabaya Ditangkap Diduga Terima Suap Bebasnya Ronald Tannur
HARIAN PELITA — Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penahanan terhadap
Rudi Suparmono (RS) mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Rudi ditangkap Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Palembang, Sumatera Selatan.
Kini Rudi resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam perkara dugaan suap atau gratifikasi bebasnya terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur di PN Surabaya.
Rudi juga sempat menjabat Ketua PN Jakarta Pusat setelah pindah dari PN Surabaya kemudian menjadi Hakim Tinggi di Palembang, Sumatera Selatan.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menegaskan dalam perkara ini, terdakwa Ronald Tannur dibebaskan oleh tim majelis hakim yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
Ketiga hakim tersebut Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul telah berstatus terdakwa. Dari ketiga terdakwa, “Ditemukan indikasi kuat bahwa pembebasan tersebut karena ketiga terdakwa bersama dengan RS menerima suap dan/atau gratifikasi dari pengacara terdakwa Lisa Rachmat (LR),” terang Harli Siregar, Selasa (14/1/2025).
Kapuspenkum Kejagung mengungkapkan bahwa Lisa Rachmat yaitu pengacara Ronald Tannur yang kini berstatus terdakwa. Lisa sempat meminta bantuan atau perantara Zarof Ricar (ZR) mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) untuk memperkenalkan dirinya kepada Rudi Suparmono.
Saat itu, Rudi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dengan maksud untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur.
Selanjutnya, dikatakan Harli, pada 4 Maret 2024 Zarof Ricar menghubungi Rudi melalui pesan Whatsapp.
Dalam isi pesan tersebut Zarof menyampaikan bahwa Lisa akan menemui Rudi di Pengadilan Negeri Surabaya. Diketahui, Zarof kini berstatus tersangka.
“Pada hari yang sama terdakwa Lisa Rachmat datang ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk bertemu dengan RS di ruang kerjanya,” tandas Kapuspenkum Kejagung.
Harli menambahkan, dalam pertemuan tersebut, Lisa meminta dan memastikan nama majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur, kemudian dijawab oleh Rudi bahwa hakim yang akan menyidangkan itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
“Setelah bertemu dengan RS, terdakwa Lisa Rachmat menemui terdakwa Erintuah Damanik di Lantai 5 Gedung Pengadilan Negeri Surabaya. Selanjutnya, terdakwa Lisa Rachmat mengatakan bahwa dia mengetahui ketiga nama hakim karena telah bertemu dengan terdakwa Heru Hanindyo dan terdakwa Mangapul untuk membicarakan terkait penetapan majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur,” ujar Harli.
Beberapa waktu kemudian menurutnya Lisa Rachmat menghadap Rudi kembali dan meminta agar Erintuah Damanik ditetapkan sebagai ketua majelis hakim dalam perkara Ronald Tannur, dan Heru Hanindyo serta Mangapul sebagai anggota majelis hakim. Harli melanjutkan, pada 5 Maret 2024, kata dia, Erintuah Damanik bertemu dengan Rudi.
Pada pertemuan tersebut, disampaikan Harli, RS mengatakan kepada terdakwa Erintuah Damanik sambil menepuk pundaknya untuk berkata “Lae, ada saya tunjuk Lae sebagai Ketua Majelis, anggotanya Mangapul dan Heru atas permintaan Lisa”.
“Pada tanggal yang sama, diterbitkan Penetapan Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya atas nama Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, yang menunjuk susunan majelis hakim dengan komposisi tersebut di atas,” ungkapnya.
Padahal, pelimpahan perkara tersebut disampaikan Harli Siregar telah dilakukan sejak tanggal 22 Februari 2024 atau 12 hari setelah berkas perkara dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Ketika itu, Lisa Rachmat bersepakat dengan ibu terdakwa Ronald Tannur, Meirizka Widjaja untuk biaya pengurusan perkara. Biaya tersebut berasal dari Meirizka Widjaja. Kini, Meirizka Widjaja berstatus terdakwa. Harli melanjutkan, sejumlah biaya juga sempat ditalangi oleh Lisa terkait hal tersebut karena Meirizka Widjaja belum tersedia uang.
“Lalu sekira tanggal 1 Juni 2024, bertempat di Gerai Dunkin Donuts Bandara Ahmad Yani Semarang, Terdakwa Lisa Rachmat menyerahkan sebuah amplop yang berisi uang dolar Singapura sebesar SGD 140.000 dengan pecahan 1.000 dolar Singapura kepada Terdakwa Erintuah Damanik,” kata Harli Siregar.
Dua minggu kemudian, Harli mengatakan, Erintuah Damanik menyerahkan dan membagi uang tersebut kepada Mangapul dan Hanindyo di ruangannya. Adapun uang pembagian sebagai berikut, SGD 38.000 untuk Erintuah Damanik, SGD 36.000 untuk Mangapul dan SGD 36.000 untuk Heru Hanindyo.
“Dalam pembagian tersebut, diduga RS yang saat itu telah pindah tugas menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendapat bagian sebesar SGD 20.000 melalui Terdakwa Erintuah Damanik dan sebesar SGD 10.000 untuk S selaku Panitera Pengganti,” tutur Harli.
Selain itu, Rudi Suparmono juga diduga menerima uang dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat sebesar SGD 43.000. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan selama perkara Ronald Tannur berproses sampai dengan putusan PN Surabaya bahwa Meirizka Widjaja telah menyerahkan sejumlah uang kepada Lisa Rachmat total sekitar Rp1,5 miliar secara bertahap.
” Selain itu, Terdakwa Lisa Rachmat juga telah menalangi Sebagian biaya pengurusan perkara tersebut sampai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya sebesar Rp2 miliar sehingga seluruhnya total Rp3,5 milia,” sambungnya.
Kemudian, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap mantan Ketua PN Surabaya tim penyidik Jampidsus menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. Penyidik menemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terhadap RS berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/F.2/Fd.2/01/2025.
Tersangka RS diduga melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 Ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ●Redaksi/Dw