2024-12-22 14:36

Enam Tersangka Korupsi Tambang Batubara Rp488 Miliar Ditahan

Share

HARIAN PELITA — Enam tersangka diduga korupsi pengelolaan izin pertambangan batubara PT Andalas Bara Sejahtera ditahan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). Penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II ini disampaikan oleh Kasipenkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian negara.

Keenam tersangka perkara tindak pidana korupsi tambang ini yaitu, ES ialah selaku Komisaris Utama sekaligus Direktur Utama PT Bara Centra Sejahtera/PT Andalas Bara Sejahtera. G selaku Direktur Utama serta Komisaris PT Bara Centra Sejahtera/PT Andalas Bara Sejahtera. Selain itu, tersangka B selaku Direktur Utama/Komisaris PT Bara Centra Sejahtera/PT Andalas Bara Sejahtera.

Tersangka M selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat, periode 2010-2015. Kemudian, tersangka SA selaku Kepala Seksi di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat periode 2010-2015 dan LD selaku Kepala Seksi di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat periode 2010-2015.

“Para tersangka ditahan selama 20 hari kedepan terhitung sejak tanggal 11 Oktober 2024 sampai dengan tanggal 30 Oktober 2024, untuk ES, G, B, M dan SA ditahan di Rutan Palembang, sedangkan Tersangka LD ditahan di Lapas Perempuan Kelas II A Palembang,” kata Vanny, Sabtu (12/10/2024).

Setelah dilaksanakan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti tersebut, diutarakan Vanny, penanganan perkara beralih ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lahat. Ia menjelaskan, para saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 54 orang.

Pada keterangan sebelumnya, modus operandi kasus tambang batubara ini telah dijelaskan oleh Kasipenkum Kejati Sumsel. Vanny menyampaikan bahwa PT Andalas Bara Sejahtera (PT. ABS) merupakan perusahaan milik swasta dengan struktur kepengurusan Perusahaan yang selalu berubah.

PT ABS pada tahun 2010-2013 dijabat oleh ES selaku Komisaris Utama sekaligus Komisaris serta Direktur Utama dan menjabat sebagai Direktur.

Kala itu, B selaku Direktur Utama sekaligus Komisaris dan Direktur dan G selaku Direktur atau Direktur Utama, telah dengan sengaja melakukan kegiatan penambangan diluar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) miliknya dan masuk kedalam wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Bukit Asam Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurutnya, B dan G dengan terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan tanah milik warga desa sekitar yang masuk di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Bukit Asam Tbk yang dilakukan oleh G atas nama selaku Direktur PT Bara Centra Sejahtera maupun oleh ES secara pribadi.

“Bahwa perbuatan PT Andalas Bara Sejahtera tersebut dilakukan bersama-sama dengan 3 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) Republik Indonesia Kabupaten Lahat yaitu M selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010-2015, S selaku Kepala Seksi Bimbingan Teknis dan Pembinaan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2011-2016 serta LD selaku Kepala Seksi pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010-2016,” ungkap Vanny.

Ia menambahkan, ketiga oknum ASN tersebut dengan sengaja melakukan pembiaran atau tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pengawasan pertambangan umum di PT Andalas Bara Sejahtera selaku Ketua atau Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) bidang Pertambangan Umum Kabupaten Lahat dalam periode tahun 2011-2013.

Walaupun perbuatan yang dilakukan oleh PT Andalas Bara Sejahtera saat itu sebenarnya bisa dicegah oleh tiga orang ASN Republik Indonesia di Kabupaten Lahat, kata Vanny, sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara.

“Pelaksana inspeksi tambang mempunyai tugas yaitu melaksanakan pengawasan pertambangan umum, meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, pemasaran, keselamatan dan Kesehatan kerja, lingkungan, konservasi, jasa pertambangan dan penerapan standar pertambangan,” terang Kasipenkum Kejati Sumsel.

Untuk itu, keenam tersangka perkara tindak pidana korupsi izin pertambangan batubara ini ditegaskan Vanny Yulia Eka Sari melanggar, Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Kemudian, Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Lebih lanjut, hasil audit laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara dari BPK RI terkait perkara tersebut senilai Rp488.948.696.131,56 (empat ratus delapan puluh delapan milyar sembilan ratus empat puluh delapan juta enam ratus sembilan puluh enam ribu seratus tiga puluh satu koma lima puluh enam rupiah). ●Redaksi/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *