Ini Penjelasan Ketua Dewan Pers Soal Tidak Perlunya Pendaftaran Perusahaan Media
HARIAN PELITA — Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengklarifikasi kabar terkait tidak perlunya pendaftaran perusahaan media ke Dewan Pers.
Sehingga kabar ini mencuat dan membuat sebagian perusahaan media menganggap tidak perlunya verifikasi ke Dewan Pers.
Menanggapi itu Ninik menegaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.
“Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” kata Ninik, Senin, (27/2/2023).
Menurutnya, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia serta menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, disampaikan olehnya dapat disebut sebagai perusahaan pers. Meskipun perusahaan pers itu belum terdata di Dewan Pers.
Lebih lanjut, hal ini tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Namun, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.
Ia menambahkan pendataan perusahaan pers tak lain untuk mengembangkan kemerdekaan pers. Dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
“Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda,” jelasnya.
Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada.
Ninik menjelaskan Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.
Selanjutnya, ketentuan mengenai pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers.
●Pendataan perusahaan
Dia mengatakan pendataan perusahaan pers bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel, profesional, sehat, mandiri, dan independen.
Tujuan lainnya ialah mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatif dan kualitatif
Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan.
Selain itu, perusahaan Pers tidak memberikan penghasilan yang layak atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan atau iklan.
Karena itu, ditegaskannya kemudian membuat wartawan tidak bisa menjalankan tugas dengan profesional. Karena pendapatan wartawan tergantung seberapa besar dia meraih iklan atau tambahan penghasilan.
“Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas,” terang Ninik. ●Redaksi/Dw