Kantor PWI Pusat Seperti Benteng Semua Akses Dikunci, Atal S Depari pun Dilarang Masuk
FOTO Joko Dolok
HARIAN PELITA — Suasana tegang menyelimuti Gedung Dewan Pers, lantai 4 saat mantan Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dilarang masuk ke kantor PWI Pusat—tempat yang selama lima tahun dipimpinnya dengan penuh dedikasi.
Atal, yang sebelumnya datang untuk menghadiri acara Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) memutuskan untuk sekadar melepas kangen dan melihat kantor yang pernah ia pimpin, namun mendapati situasi yang jauh dari harapannya.
“Saya hanya ingin melihat suasana kantor dan sekretariat PWI, tapi dilarang masuk oleh Dadang Rahmat,” ucap Atal dengan nada kecewa, menahan perasaan campur aduk.
Keinginannya yang sederhana berubah menjadi momen yang penuh kejutan saat ia tiba di lantai 4. Pintu utama ruang kantor yang dulu penuh dengan hiruk pikuk kegiatan pengurus PWI kini terkunci rapat.
Tidak ingin menyerah, Atal mencoba menuju ruang sekretariat. Namun ruang tersebut juga telah terkunci, mempertegas batasan yang kini memisahkannya dari tempat yang pernah menjadi pusat kepemimpinannya.
“Terkunci ruang utama, saya ke ruang sekretariat, yang ternyata juga sudah dikunci,” tambah Atal.
Di tengah kebekuan ini, ada sedikit momen lega ketika seorang anggota sekretariat di dalam mengambil inisiatif untuk membuka pintu. Meski pintu utama tetap tertutup, Atal masih bisa merasakan sedikit akses ke bagian kecil dari tempat yang penuh kenangan baginya.
●Perintah dari Iqbal Irsyad
Keadaan semakin dramatis ketika Dadang Rahmat menyampaikan bahwa perintah untuk menutup pintu datang langsung dari Sekretaris Jenderal PWI Pusat Iqbal Irsad.
Momen ini menjadi simbol dari perubahan besar di PWI Pusat, di mana Atal, yang dulunya memegang kendali penuh, kini mendapati dirinya terhalang dari akses ke ruang yang pernah menjadi saksi dari kepemimpinannya.
Sementara itu penggantinya Hendry Ch Bangun (HCB) telah diberhentikan secara penuh dari keanggotaan PWI oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat akibat pelanggaran terhadap PD-PRT organisasi wartawan tertua di Indonesia.
Ketegangan internal ini menambah beban emosional bagi Atal, yang seharusnya bisa menikmati kenangannya dengan lebih tenang.
Penolakan ini menggambarkan betapa dalamnya ketegangan yang kini menyelimuti PWI Pusat. Sebuah momen sederhana dan damai berubah menjadi simbol nyata dari konflik yang masih membayangi organisasi besar ini. ●Redaksi/Dw