2024-05-09 14:12

RUU Sisdiknas dan Masa Depan Pendidikan Indonesia

Share

HARIAN PELITA —– Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan untuk saat ini yang harus menjadi prioritas dalam dunia pendidikan adalah bukan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), melainkan infrastruktur.

Baik anggaran pendidikan, gedung sekolah, gaji guru, jaringan internet, dan sebagainya yang dibutuhkan untuk kelangsungan pendidikan itu sendiri.

“RUU Sisdiknas kalau bisa tidak perlu dimasukkan dalam Prolegnas 2022, karena tahapan pemilu sudah dimulai. Yang dibutuhkan saat ini adalah perbaikan infrastruktur tersebut. Khususnya anggaran pendidikan yang 20 persen atau Rp500 triliun dari APBN itu sebaiknya dikelola oleh Kemendikbudristek,” tegas politisi Demokrat itu.

Demikian disampaikan Dede Yusuf dalam Forum Legislasi “RUU Sisdiknas dan Masa Depan Pendidikan Indonesia”, bersama anggota Komisi X DPR Fraksi PKB Muhammad Kadafi, dan Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Lebih lanjut Dede Yusuf berharap agar pemerintah bisa menarik anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk dana transfer daerah sebesar 70 persen, baik berupa DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum) yang dikelola oleh pemerintah daerah.

“Toh, terbukti dana transfer daerah itu tidak dikelola secara optimal, hanya 10 persen hingga 15 persen oleh Pemda,” ujarnya.

Menurut Dede Yusuf selama ini dana pendidikan Rp500 triliun itu yang dikelola oleh Kemendikbudristek hanya 30 persen atau sekitar Rp70 triliun masih dibagi lagi dengan Kemenag RI.

“Jadi, Kemendikbudristek tak mungkin sanggup mengelola sekitar 2700-an sekolah seluruh Indonesia dengan optimal. Makanya, saya harap dana transfer daerah itu 50 persennya ditarik ke Kemendikbudristek, agar sekolah tak lagi bebani orangtua,” jelas Dede.

Khusus untuk RUU Sisdiknas, Dede Yusuf menilai itu butuh blue print, peta jalan pendidikan yang komprehensif sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.

Karena itu, prosesnya harus melibatkan seluruh stackholder, pihak-pihak terkait seperti akademisi, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas pendidikan, agar bisa mengakomodir aspirasi masyarakat.

“Jangan sampai sekolah kita hanya belajar, ujian, dan lulus, tapi tidak pernah mengajarkan bagiamana memecahkan masalah yang dihadapi di masyarakat,” ungkapnya.

Muhammad Khadafi menyatakan hal yang sama, kalau Komisi X DPR belum menerima draft RUU Sisdiknas tersebut, sehingga pihaknya belum membahas.

“Yang ada hanya isu kalimat madrasah hilang dari RUU Sisdiknas. Idealnya RUU itu visioner, sejalan dengan tujuan berdirinya negara ini, agar bisa memanfaatkan bonus demografi di 2045,” tambahnya. ●Red/Yadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *