2024-05-03 10:03

Catatan Pemilu 2024 Ketua Pusat PWI Hendry Ch Bangun

Share

INILAH pertama saya mengikuti Pemilihan Umum yakni Pemilihan Presiden dan Anggota Legislatif (DPD, DPR, DPRD) dalam status sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Sebenarnya tidak ada hubungan langsung, tetapi dapat dikatakan juga ada.

Sebab saat menyampaikan visi misi di Kongres PWI di Bandung, 25-26 September 2023 lalu, saya menyatakan PWI akan terlibat dalam urusan bangsa dan negara, untuk ikut berkontribusi memberikan solusi, minimal pemikiran dan gagasan, dan kalau bisa berupa tindakan.

Termasuk di hajat besar seperti Pemilu 2024 ini. Keterlibatan ini sesuai dengan khittah, jati dirinya. Organisasi PWI dalam sejarahnya terlibat dalam perjuangan bangsa dan negara.

Anggotanya wartawan, yang terkadang juga ikut dalam kancah pertempuran.

Dalam Kongres PWI 9-10 Februari 1946 di Solo, peserta yang hadir berbicara mengenai gagasan besar, bukan soal-soal remeh temeh.

Indonesia sedang dalam kondisi dijajah kembali oleh Belanda, sebagian besar republik sudah mereka kuasai termasuk Jakarta sehingga ibukota pindah ke Yogyakarta.

Mereka yang dinilai kaum republiken, hidup dalam kondisi tertekan, terintimidasi, karena tidak ada penjajah di depan mata, tetap setia untuk mengabarkan melalui radio ke luar negeri dan konsolidasi perjuangan tentara dan rakyat ke berbagai penjuru Indonesia.

Kantor Harian Merdeka yang dikelola BM Diah rutin diteror, digeledah tentara NICA. Manai Sophiaan tidak leluasa menjalankan tugas jurnalistiknya di Makassar karena alasan serupa.

Urusan percetakan dan pengadaan kertas koran dipersulit. Tujuannya satu, agar berita-berita yang disiarkan untuk menyatakan Republik Indonesia masih eksis, dibungkam, dan timbul kesan Belanda sudah seutuhnya menggenggam Indonesia.

Ada berbagai persoalan di dunia pers saat itu seperti banyak media tumbuh “bagai cendawan di musim hujan”, setelah Jepang berhenti menjajah Indonesia.

Banyak media baru itu produk jurnalistiknya dipertanyakan, tidak bermutu. Pengadaan jatah kertas untuk media belum rapikarena belum ada organisasi yang mengaturnya.

Tetapi peserta kongres fokus untuk hal yang lebih penting, yakni bangsa dan negaranya.

Sebagaimana diberitakan Kedaulatan Rakyat terbitan 11 Februari 1946 dalam kongres ditegaskan bahwa, ”Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan bangsa dengan senantiasa mengingat akan persatuan bangsa dan kedaulatan negara.”

Di Harian Merdeka terbitan 12 Februari 1946, dituliskan, ”Kongres Wartawan Indonesia yang dilangsungkan di Solo pada tanggal 9 dan 10 ini dan dikunjungi wartawan seluruh Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan, menegaskan sikap wartawan adalah: Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan Bangsa serta selalu mengingat akan Persatuan Bangsa dan Kedaulatan Negara.”

Berita di dua suratkabar berwibawa itu menunjukkan apa dan bagaimana PWI yang terlibat sejak awal sejak republik ini berdiri. Hari lahirnya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pers Nasional berawal dari sejarah ini.

Penetapan HPN bukan sekadar diskusi pengurus PWI saat kongres di Padang tahun 1978, diusulkan ke pemerintah dan yang ditetapkan dengan Keppres No5 tahun 1985 oleh Presiden Soeharto sebagaimana sering disampaikan sebagai argument oleh wartawan antiHPN.

Tanggal 9 Februari sangat jelas maknanya bagi bangsa Indonesia. Baca. Bacalah. Jangan amnesia sejarah.
***

Hal pertama yang terkait urusan negara ini adalah PWI dengan kesadaran sendiri memundurkan perayaan Hari Pers Nasional yang selalu diadakan pada 9 Februari, menjadi 20 Februari 2024 agar pesta raya wartawan itu tidak “mengganggu” hari pemungutan suara tanggal 14 Februari 2024.

PWI ingin anggotanya tetap bekerja sebagai wartawan peliput pemilu, menjalankan kewajiban sebagai warga negara untuk memilih, dan juga agar HPN tidak mengusik konsentrasi apparat penegak hukum terkait hadirnya sekitar 2000-an wartawan dan keluarga di Jakarta.

Sekaligus juga menghindarkan HPN dijadikan sebagai tempat kampanye bagi siapapun seandainya diselenggarakan. **** •Penulis Ketua Umum PWI Pusat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *