
Netizen Gila || Catatan Ariful Hakim
LUAR BIASA memang netizen Indonesia. Tik tok, instagram, channel YouTube, bahkan broadcast WA, banjir tampilan video, foto dan semua info yang terkait musibah VA dan suaminya. Semua berlomba lomba paling duluan, paling deket, paling lengkap dan paling sensasional menyapa pemilik hape.
Saya sendiri sampai bingung. Kejadian baru beberapa menit, ponsel klang klung klang klung bunyi terus. Nongol foto jenasah VA dalam kantong oranye, video kecelakaan dalam berbagai sisi, narasi lain seputar kondisi jalan tol yang nyatanya menyesatkan. WAG terus berisi video video terkini, tanpa empati dan pikir panjang dari siperekam.
Yang saya heran, laporan polisi di TKP ke dirlantas polda Jatim pun bisa nyasar ke grup WA teman SMP. Apakah ada teman wartawan yang membaginya ke publik, sebelum dia membuatnya jadi berita? Enggak tahu. Atau memang itu dari polisinya langsung? Enggak tahu juga.
Menyusur tik tok dan instagram, netizen lebih ‘kejam’ lagi membuat rupa rupa analisa, berbekal video dan foto yang disebar entah oleh siapa. Ada yang bilang si sopir nyetir sambil main instagram (hebat bener ya?).Ada juga yang bikin narasi dengan ilustrasi mobil korban dan jalan raya, kalau tol di Indonesia tidak aman buat mobil kecepatan tinggi.
Narasi ini menyesatkan. Berbasis analisa ngawur hasil broadcast message orang yang ngaku pemerhati struktur jalan raya dan KA. Bilang jalan tol pakai beton daya cengkeraman nya dengan ban mobil nol. Padahal teman SMP saya yang juga dosen teknik sipil bilang justru sebaliknya. Pakar lain juga begitu. Struktur jalan tol pakai beton bukan faktor utama kecelakaan itu.
Saat saat seperti ini, segala jalan ditempuh buat pansos. Buat naikin viewer IG, tik tok, YouTube dan semua laman sosial media. Air mata yang sudah tumpah, kembali diperas secara gila gilaan, dengan konten ngawur yang membuat orang berotak waras ikut sedih dan prihatin, sedih melihat betapa ugal ugalannya netizen di Indonesia.
Di Eropa, orang yang merekam insiden kecelakaan di jalan tol langsung kena denda. Di kita, polisi tak bertindak apa apa, saat warga berkerumun dan bebas memainkan kamera ponselnya, kemudian wussss disebar ke berbagai grup.
Kebebasan ini membuat para jurnalis online mati gaya. Mau nulis peristiwa berbasis laporan polisi di lapangan ke atasannya, eh, sudah nongol di WA group teman kampung. Mau bikin berita kronologis kejadian berbahan laporan polisi, lah sudah nongol di WAG teman SMA.
Memang dari sisi kecepatan informasi, publik diuntungkan. Tapi tanpa proses verifikasi yang rigid, info info liar itu jatuhnya menjadi hoax. Dan ini bukan sekali dua terjadi. Sejak era smartphone hadir, dan sosial media jadi santapan sehari hari orang kota dan desa, kondisi ini cenderung semakin mengkhawatirkan.
Saya ingat benar dulu waktu dua pasien Covid-19 pertama terungkap di depok. Info info dari sosmed berseliweran masuk, tanpa kendali. Menkes sudah merahasiakan nama pasien. Tiba tiba nongol tulisan berbentuk laporan, lengkap dengan nama penderita Covid dan alamat rumahnya. Berikutnya foto foto rumah. Terus dan terus, info info terbaru penderita Covid pertama itu masuk ke ponsel saya.
Celakanya kebebasan ini sering dipakai buat bikin info info yang merugikan orang orang tertentu. Tiba tiba nongol BC Mama Dedeh meninggal dunia. Padahal orangnya di rumah lagi ketawa tawa. Dalam banyak kasus, permainan video dan narasi negatif dipakai untuk membunuh karakter orang yang tidak disukai. Ujung ujungnya demi like, subscribe dan komen.
Regulasi pemerintah sebetulnya sudah ada. Yaitu UU ITE. Tapi praktik dilapangan sering memble, apalagi kalau korbannya bukan pejabat penting. Kadang jika yang dilaporkan orang deket penguasa, polisi pun tidak berani menindaklanjuti, meski status mereka sudah jadi tersangka.
Sampai kapan kondisi ini akan terus berlangsung? Tak tahu lah. Rasanya semakin susah kita menertibkan, ketika para penegak aturan lebih suka cuap cuap berkampanye bijaklah dalam ber sosmed. Jarimu harimaumu, dll slogan slogan bombastis, yang tidak pernah bisa menumbuhkan kesadaran karena publik sekarang sudah gila! hahahaha ..
●Penulis Jurnalis Senior