Berandai-andai Jadi Presiden || Catatan Nazar Husain
ENTAH kenapa masyarakat menjadi muak melihat saat Pemilihan Presiden (Pilpres) hendak digelar, hampir semua calon presiden bersama partai sangat ambisius menjadi orang nomor satu di negara ini.
Gontok-gontokan pun terlihat saling meremehkan, saling menjatuhkan, saling merasa bisa memimpin rakyat Indonesia yang berjumlah ratusan juta.
Iming-iming serta janji-janji “angin surga” pun ditebar, termasuk tebar pesona, di tengah rakyat yang hanya nunut oleh janji angin surga.
Sehebat apa sih menjabat presiden, mengusai kekuasaan, wewenang? Itu pasti, tetapi bila hanya menjadi presiden hanya dalam bentuk pencitraan, buat apa!? Rakyat rasanya sudah muak!
Puluhan provinsi di Indonesia berdiri dengan masyarakatnya hidup sendiri, kalau ada anggaran pembangunan rakyat mana tahu, tiba-tiba dipamerkan, bila hasil pembangunan itu dari rakyat.
Andai jadi presiden, pertanyaan kerap keluar dari mulut rakyat, bisakah peduli dengan rakyat, bukan kepada kelompoknya saja, tetapi merata mensejahterakan rakyatnya? Itu yang masih abu-abu.
Andai jadi presiden, rakyat mana yang menjadi prioritas dalam kesejahteraan? Rakyat mana yang diperdulikan membuka dan gampang mencari lapangan pekerjaan?
Andai jadi presiden, wajib meningkatkan perekonomian rakyat secara merata, agar merata kesejahteraannya, bukan dibikin kotak-kotak, abu-abu, hitam, atau hitam gelap.
Andai jadi presiden, ambisi boleh, jangan terlalu ambisius, kasihan rakyat yang terlalu digiring ke janji-janji surga, setelah selesai menjadi presiden, tinggal rakyat lagi bersusah payah dan berkeringat-keringat mencari nafkah akibat ekonomi sulit.
Padahal suara rakyat menjadi rebutan, ini kah adil namanya? *****