Skenario Mafia Tanah Ribuan Hektar Lahan Warga Danau Toba di Caplok
HARIAN PELITA — Keluarga Besar Perantau Parsingguran II (Kesatupadu) menduga investor yang menggarap lahan milik warga di sekitar Danau Toba Sumatera Utara merupakan bagian dari skenario mafia tanah.
Koordinator Seksi Hukum Kesatupadu II, Noak Banjar Nahor SH menegaskan bahwa tanah leluhur milik masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas dicaplok Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Tanah yang dicaplok KLHK tersebut diluar surat perjanjian tanggal 15 Oktober 1963. Perlu diketahui, sejak tahun 1750-an atau sudah 12 generasi hingga saat ini tanah tersebut dikelola masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi seperti berladang dan beternak.
“Kami menduga ini bagian dari skenario mafia tanah ingin menguasai atap Danau Toba, kami melawan skenario para mafia tanah yang ingin menguasai atap Danau Toba,” tegas Noak, Jum’at (3/3/2023).
Sebelumnya, Ketum Kesatupadu II, Ir. Saut Mardongan Banjar Nahor Msi mengatakan Pemda Kabupaten Tapanuli Utara (Pemda Taput) minta kepada tokoh masyarakat Marbun Habinsaran supaya area Ramba Nalungunan dipinjamkan kepada Pemerintah Cq Dinas Kehutanan seluas 2500 hektar (ha), untuk direboisasi dengan pohon pinus.
“Permohonan tersebut disepakati dan dituangkan dalam Surat Perjanjian (SP)15 Oktober 1963 yang ditandatangani oleh 15 orang yang mewakili Desa Pollung Siriria, Parsingguran I dan Parsingguran II,” ujar Saut kepada wartawan.
Menurutnya, area Uludarat dan yang diserahkan seluas 2500 Ha pada saat itu tidak diganggu gugat oleh masyarakat Parsingguran II dan tetap dilestarikan sesuai dengan fungsinya. Kemudian, diluar SP sepanjang wilayah Desa Parsingguran II tersebut ke arah Selatan sampai Aek Raja adalah tanah milik masyarakat Desa Parsingguran II yang telah dikuasai dan tidak pernah lagi diserahkan kepada Pemerintah.
Dengan terbitnya SK Menteri LHK yaitu SK Menteri LHK No.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang penunjukan kawasan Hutan di wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas 3.742.120 ha. Antara lain lain isinya SK bahwa sarana prasarana umum seperti komplek, gereja, sekolah, perkampungan dan kuburan serta persawahan di APL kan.
“Sedangkan sepanjang Desa P.2 (Parsingguran II) yang telah diusahai oleh masyarkat P.2 yaitu, lahan pertanian, perkebunan dan lahan penggembalaan ternak dimasukkan dalam Hutan Lindung dan Hutan Produksi,” ujarnya.
Selain itu, SK Menteri LHK No.682/ Men LHK/Setjen/HPL.0/9/2019 tentang Perubahan ke tujuh atas Kep Men Keh No. 493 tahun 1992. Didalamnya disebutkan bahwa Taman Bunga Nasional (TBN) ditunjuk di areal Perkebunan Kopi di Dalan Tupang yang telah diusahai oleh Masyarakat Parsingguran selama kurang lebih 250 tahun lalu.
Selanjutnya, SK Menteri LHK No.307/Men LHK/Setjen/HPL.0/7/2020 tentang perubahan ke delapan SK Menhut No.493 tahun 1992 yang pada intinya memuat rincian luas dan fungsi tanah di wilayah Desa Parsingguran II (P.2).
Pihaknya, menguraikan SK tersebut didalam terdapat hutan lindung yang merupakan bagian dari SP (surat perjanjian) Tahun 1963 seluas 1.463 ha. Lebih jauh, dijelaskan bahwa hutan lindung yang merupakan bukan bagian dari SP tahun 1963 seluas 496 ha.
Menurutnya, hutan produksi yang ditunjuk menjadi Taman Bunga Nasional di lahan Dalan Tupang seluas 530 ha didalam SK ini. Namun demikian, diutarakan juga hutan produksi yang berada di luar TBN seluas 818 ha. Selain itu, lahan status APL yang ditunjuk menjadi bagian program ketahanan pangan seluas 634 ha.
Dan total luas lahan masyarakat Parsingguran II (P.2) di luar SP tahun 1963 atau disepanjang wilayah Desa P.2 seluas 2.483 ha. Menurutnya, dengan terbitnya SK Menhut tersebut di atas telah menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat Parsingguran II (P.2) dan masyarakat perantau. ●Redaksi/Dw