Dudung Badrun Menyebut Kegiatan PG Jatitujuh Indramayu Diduga Ilegal
HARIAN PELITA —– Advokat senior H Dudung Badrun, SH, MH menyebut, bahwa kegiatan Pabrik Gula (PG) Jatitujuh Indramayu, adalah illegal.
Hal itu disampaikan Dudung kepada Harian Pelita melalui WhatsApp pada, Jumat (7/10/2022).
Alasan Dudung, karena PG Jatitujuh yang selama ini memanfaatkan petani sebagai mitranya untuk menguasai lahan yang dikuasai oleh Petani Mitra Perum Perhutani, melanggar hukum.
Secara kasat mata ujar Dudung, hal itu berdasarkan fakta yakni pertama, klaim PG Jatitujuh telah memiliki HGU yang berakhir hingga tahun 2029 tersebut cacat hukum.
Cacat hukum yang dimaksud Dudung adalah, melihat dari putusan Pengadilan Negeri Indramayu No 32/Pdt.G/2014/PN.Idm Jo PT Bandung No 311/Pdt/2015/PT.BDG Jo MA K/Pdt/ 2016.
Alasan kedua, operasi kegiatan PG Jatitujuh di wilayah kawasan hutan produksi di Indramayu dimana hal itu bertentangan dengan UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan juga bertentangan dengan UU RI No 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang. Karena dalam data statistik Dinas Kehutanan Jawa Barat, bahwa hamparan lahan yang diklaim HGU PT PG Jatitujuh yang diduga cacat hukum itu, masih masuk kawasan hutan dalam mandatori Perum Perhutani.
Begitu juga dalam Perda Indramayu No 1 tahun 2012 tentang RTRW Indramayu tahun 2011-2031.
Oleh sebab itulah kata Dudung yang juga politisi Partai Golkar ini, berdasarkan fakta hukum diatas, dia berpendapat bahwa kegiatan PG Jatitujuh dengan mitranya di Indramayu itu diduga illegal.
Polemik memang kerap kali terjadi di PG Jatitujuh yang dikelola oleh PT Rajawali II ini. Terahir pada 2021 lalu terjadi polemik dimana terjadi bentrokan berdarah yang menewaskan dua orang petani.
Akibat kejadian tersebut, mantan anggota DPRD Indramayu, Taryadi ditangkap dan dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Kasusnya hingga saat ini masih pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Mengutip keterangan dari Kepala Bagian Legal PT Rajawali II, Karpo Budiman Nursi kepada Liputan 6.com pada 2018 lalu mengatakan, luas lahan yang diduduki PT Rajawali II sebanyak 5000 hektare dikawasan Indramayu.
Karpo menyebutkan total luas lahan PG Jatitujuh 11,921 hektare terdiri dari luas lahan di Majalengka seluas 5000 hektare dan di Indramayu seluas 6,921 hektare.
Pada Oktober 2018 kata dia, masyarakat mengokupasi lahan PG Jatitujuh. Masyarakat memanfatkan sebagian lahan untuk menanam pisang, singkong, palawija dan membuka lahan sawah.
Menurut Karpo, persoalan semakin meluas ketika Mahkamah Agung pada 2016 memenangkan perkara sengketa lahan PG Jatitujuh.Ribuan warga yang berasal dari luar wilayah Indramayu dan Majalengka menduduki lahan PG Jatitujuh.
Dia menyebutkan penyerobotan tanah berawal pada 2014 lalu oleh sejumlah warga Sukamulya, Cikedung Jati Sura,Mulyasari Loyang dan Desa Amis.
Saat itu masyarakat menuntut agar HGU PG Jatitujuh dihutankan kembali.
Karpo mengkalim, lahan yang mereka duduki berasal dari kawasan hutan yang diberikan ke PG Jatitujuh melalui proses tukar guling pada tahun 1976.
Karena hasutan sejumlah LSM kata dia, kemudian ribuan warga menguasai lahan milik PG Jatitujuh. Alasan mereka karena lahan itu untuk rakyat dari Kementerian Kehutanan dan lingkungan Hidup.
Karpo menjelaskan sebagai gantinya, PT Rajawali II menyiapkan lahan yang terpencar di 10 Kabupaten di Jawa Barat. Tahun 2014 kata Karpo, Menteri Pertanian memperpanjang HGU sampai tahun 2029. ●Red/Zulkarnain