
Peraih Suara Terbanyak di Pigub Papua Berpotensi Didiskualifikasi MK
HARIAN PELITA — Pilkada Provinsi Papua kini memasuki babak baru. Pasalnya, setelah ditetapkan kalah tipis dari Paslon No Urut 01 BTM-YB, Paslon No Urur 02 dikenal dengan Mari-Yo resmi mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu Kuasa Hukum Mari-Yo Arsi Divinubun, SH, MH mengungkapkan dua pelanggran signifikan yaitu; pelanggaran terkait persyaratan adminidtrasi calon serta pelanggaran terstruktur, sistimatis dan massif (TSM) yang berbasis pada politik identitas.
Menurut Divinubun, pelanggaran terhadap persyaratan calon ini sangat nyata terjadi, dimana berdasarkan fakta hukum dan bukti otentik, Yermias Bisai, SH Calon Wakil Gubernur Papua dari Paslon No Urut 01 ini terbukti secara sah dan meyakinkan telah menggunakan 2 (dua) dokumen persyaratan admnistrasi calon yang tidak benar, tidak sah dan/atau terindikasi palsu sejak mendaftar di KPU Papua pada tanggal 29 Agustus 2024.
Kedua dokumen persyaratan dimaksud yaitu; Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya Nomor: 539/SK/HK/8/2024/PN-JAP; dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana Nomor : 540/SK/HK/8/2024/PN-JAP tanggal 20 Agustus 2024.
Kedua Surat Keterangan ini menggunakan Kop Surat Pengadilan Negeri Jayapura atau seakan-akan sebagai dokumen yang benar dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura. Padahal, Surat Keterangan 539 dan 540 ini ternyata tidak pernah dikeluarkan Pengadilan Negeri Jayapura.
Hal ini diketahui ketika KPU Papua pada tanggal 13 September 2024 mengirim surat ke Pengadilan Negeri Jayapura melalui Surat Nomor:1609/PL02.2-SD/2.1/91/2024 yang meminta klarifikasi/penjelasan terhadap kebenaran dokumen Surat Keterangan Nomor 539 dan 540 yang digunakan Yermias Bisai, SH.
Kemudian pada tanggal 19 September 2024, Pengadilan Negeri Jayapura menjawab permintaan klarifikasi KPU Papua melalui Surat Nomor: 1777/KPN.W30-U1/HK2/IX/2004 yang ditandatangani Ketua Pengadilan, Derman P Nababan, SH, MH, yang pada pokoknya menegaskan;
Pertama; Pengadilan Negeri Jayapura TIDAK PERNAH mengeluarkan Surat Keterangan No. 539 dan No. 540 kepada YERMIAS BISAI, SH. Kedua; Nomor 539 dan Nomor 540 pada kedua surat keterangan tersebut terdaftar a.n SEMUEL FRITSKO JENGGU.
Kuasa Hukum Mari-Yo ini lebih kanjut menegaskan, surat klarifikasi Pengadilan Negeri Jayapura ini adalah bukti otentik yang tidak terbantahkan yang mengkonfirmasikan telah terjadi pelanggaran serius berupa penggunaan dokumen persyaratan adminidtrasi calon yang tidak benar, tidak sah dan/atau diduga palsu oleh Calon Wakil Gubernur Papua Yermias Bisai, SH sejak mendaftar di KPU Papua pada tanggal 29 Agustus 2024 bersama Benhur Tomi Mano sebagai Calon Gubernur. Bisa dibayangkan, bagaimana mungkin seorang calon dapat diterima pendaftarannya.
Padahal bersangkutan menggunakan dokumen persyaratan yang tidak benar, tidak sah dan/atau terindikasi palsu.
Lebih lanjut Divinubun mengungkapkan adanya fakta menarik lain yang semakin menjustivikasi adanya tindakan kesengajaan KPU Papua meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat, dimana pada tanggal 20 September 2024, salah satu komisioner KPU Papua (Abdul Hadi) mengkonfirmasi secara langsung kepada Semuel Fritsko Jenggu via pesan WhatsApp.
Komisioner Papua ini mengirim capture potongan nomor surat 539 dan 540 kepada Semuel Jenggu sambil bertanya; benar ini punya bro ka? Semuel Jenggu kemudian membalas; benar punya saya bos, sambil mengirim dua dokumen surat keterangan yang asli mliknya.
Setelah fakta pelanggaran penggunaan dokumen persyaratan calon ini mengemuka di public, KPU Papua bukannya bertindak menegakan aturan melainkan justru menempuh jalan pintas lewat skenario lain yaitu; dengan menerima dokumen persyaratan baru milik Yermias Bisai, SH berupa Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana Nomor : 844/SK/HK/09/2024/PN-JAP dan Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya Nomor: 845/SK/HK/09/2024/PN-JAP yang baru diterbitkan Pengadilan Negeri Jayapura di tanggal 19 September 2024.
Menurut Divinubun, tindakan penggantian ini bukan hanya bertentangan dengan akal sehat tetapi lebih dari itu dikategorikan sebagai praktek penyalahgunaan wewenang yang mengandung permufakatan jahat dan bermotiv politik dengan maksud meloloskan Pasangan Calon yang sebenarnya tidak memenuhi syarat. ●Redaksi/Satria