2024-05-14 6:07

Negara Rugi Rp500 Miliar Akibat Pengadaan Satelit di Kemenhan

Share

HARIAN PELITA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Dr Febrie Adriansyah menyampaikan perkembangan dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT).

Tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit ini terdapat pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021 ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Dimana sebelumnya pihaknya telah melakukan kegiatan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 (satu) minggu dan sudah memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan sebanyak 11 (sebelas) orang,” ujar Febrie, Sabtu (15/1/2022).

Dalam penyelidikan, Tim Jaksa Penyelidik juga melakukan koordinasi serta diskusi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti. Salah satunya, auditor di BPKP sehingga diperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP.

Selain itu juga didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.

Kemudian, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menambahkan kasus ini berawal dari tahun 2015-2021. Lanjutnya, dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT).

Hal ni merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan, Mobile Satelit Sevice (MSS), dan Ground Segment beserta pendukungnya.

“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan tidak direncanakan dengan baik. Bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015,” jelas Jampidsus Kejagung.

Kemudian, dalam prosesnya juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya pada saat itu tidak perlu melakukan penyewaan. Karena, ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi namun masih dapat digunakan dalam waktu tiga tahun.

Akan tetapi, penyewaan satelit justru dilakukan serta satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama. Sehingga, indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500 miliar rupiah.

Uang senilai Rp500 miliar rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41miliar rupiah. Selain itu, biaya konsultan senilai Rp18.500.000.000 (delapan belas miliar lima ratus juta rupiah), dan biaya arbitrase Navayo senilai Rp4.700.000.000 (empat miliar tujuh ratus juta rupiah).

“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta. Dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi,” ungkapnya.

Terakhir, Febrie menuturkan beberapa waktu lalu kasus ini juga telah dilakukan ekspose dan telah disepakati.

Dijelaskannya, bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022. ●Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *