2024-05-03 7:09

Sulitnya Mengurus Pemecahan SPPT PBB di Kelurahan Cipedak Jaksel Dikeluhkan Warga

Share

HARIAN PELITA — Informasi dalam pengurusan pemecahan SPPT PBB di Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Cipedak saat ini dikeluhkan warga.

Apalagi,  hanya ingin mengurus dengan niat baik malah direpotkan pengurusan untuk membayar PBB, dan tidak bukti kepemilikan,  hanya sebatas bukti untuk membayar tanah dan bangunan.

Keluhan itu datang dari seorang warga bernama Halomoan,  yang sudah lama hendak mengurus surat-suratnya namun tetap saja dipersulit.

“Buktinya ketika saya memohon, pihak UPPRD Kecamatan Jagakarsa meminta harus  ada PM1 dari Kelurahan Cipedak walaupun ada bukti sertifikat tanah. Aneh kan?,” kata Halomoan kepada HarianPelita.id, Sabtu (9/2/2024).

Menurut Halomoan, ketika ke Kelurahan Cipedak seorang petugas di sana mengatakan bahwa tidak akan melayani surat PM1 sesuai permintaan UPPRD Kecamatan Jagakarsa, jika tidak dilampirkan keterangan dari RT/RW setempat, walaupun tanah tersebut sudah sertifikat (artinya yg sangat jelas hak kepemilikannya baik luas, patok dan siapa wajib pajaknya–Red).

Apalagi pihak RT sudah pasti tidak memiliki data setiap wajib pajak serta tidak ahli dalam perpajakan, bagaimana RT/RW membuat pengantar, dan apa tidak membocorkan dokumen negara, dan apa RT/RW sudah pasti mengetahui sejarah tanah setiap wilayahnya, dan apa setelah ada surat pengantarRT/RW menjamin kepemilikan tanah tersebut?

“Walaupun permintaan petugas Kelurahan aneh tetap kami ikutin minta pengantar RT tsb dengan memakan waktu dan tenaga,” tukas Halomoan.

Namun aneh lagi setelah disampaikan surat pengantar RT tersebut, petugas Kelurahan minta agar pemohon mendaftar ke online saja, dan beberapa kali perbaikan.

“Tapi setelah berulang-ulang perbaikan dan tanggal 12 Januari 2024, tertulis di online diajukan,  tapi setelah kami tanyakan dengan waktu yang lama least WA tanggal 31 January  2024 dan dibalas tanggal 2 Februari 2024 (ada di WA jika dibutuhkan).

Menurut petugas Kelurahan ada perbaikan lagi dengan sporadik karena perubahan alamat RT, padahal perubahan RT sering terjadi karena perkembangan bahkan Kelurahan juga Kecamatan dan ada yang tadinya provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi DKI Jakarta.

Seperti daerah Pesanggrahan yang semula Londok Betung,  harusnya tinggal pihak Kelurahan buat keterangan sudah berubah RT, karena wewenangnya sesuai informasi Kelurahan.

“Anehnya ada dikaitkan dengan bangunan tanah orang lain, dan sudah koordinasi dengan bpn, padahal yang kami mohon hanyalah luas tanah yang sesuai tertulis di sertifikat,” keluh Halomoan.

“Balik nama Sertifikat saja di BPN tidak dibutuhkan PM1 dari Kelurahan apalagi pengantar RT/RW, karena Sertifikat adalah surat kepemilikan hak tertinggi, dan saya tanyakan koordinasi dengan BPN siapa dan tentang apa, petugas Kelurahan tidak mau menjelaskannya,” ujar Halomoan bingung.

“Sepertinya petugas di sana sudah Kebiasaan petugasnya mencari-cari untuk mempersulit. Ada apa?,” tambah Halomoan.

Dikatakan Halomoan, bagaimana jadinya hanya pemecahan SPPT PBB saja dipersulit, apa ini bukan pidana sesuai UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mempersulit birokrasi, dan apakah aturan Kelurahan bisa mengalahkan dengan aturan lebih tinggi apalagi UU?,” tanya Halomoan.

Dengan UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Apalagi syarat surat pengantar RT/RW tidak lagi diperlukan, juga Peraturan Presiden (Perpres) 96 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 108 Tahun 2019. •Redaksi/Geng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *