Lima Tersangka Bebas Termasuk Kejari Jaktim dapat RJ
HARIAN PELITA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana hentikan penuntut berdasarkan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif terhadap lima tersangka.
Adapun, lima berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif diantaranya tersangka Dheni Rizqi Ramadhan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim).
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan Dheni Rizqi Ramadhan melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan. Kemudian, tersangka Rifo Hendra Fauzi alias Rifo dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo.Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian.
Lebih lanjut, kata dia, tersangka M Alfi disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian perkara ini terjadi di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Payakumbuh.
Penuntut berdasarkan keadilan restoratif juga dialami oleh tersangka Ikbal yang terdapat di Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Selain itu, Adhytia Yogaswasra dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
” Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” jelas Ketut Sumedana, Rabu (24/5/20239.
Kapuspenkum Kejagung menambahkan, alasan penghentian penuntutan yang disetujui terhadap lima orang tersebut karena belum pernah dihukum. Ketut juga mengatakan bahwa para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
“Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” ungkapnya.
Menurutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Ketut Sumedana menjelaskan alasan lainnya terkait dengan keadilan restoratif yakni atas pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Fadil pun memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ●Red/Dw