2024-12-22 15:15

Pecah, Berarti Ada Kehidupan || Oleh Joni Matondang

Share

UMUMNYA, di organisasi-organisasi besar, sekuat dan sesolid apa pun pasti ada ketidakpuasan. Ini lah salah satu faktor awal dari perpecahan. Ketetapan yang tidak bisa di ubah. Alami.

Dalam perpecahan, salah satu contoh terbaik adalah Telur Pecah, lalu menghadirkan kehidupan baru. Dari hal tersebut, tentu ada hikmah, pecah bukan berarti punah. Tentu, kasus-kasus dan masalah yang terjadi di lain hal adalah salah satu pengecualian, walau inti sama tetapi tema berbeda. Jadi perpecahan bukan melulu negatif.

Kita juga sering mendengar, melihat, membaca, bahkan mengalami sendiri bahwa per pecahan sangat lah menyakit kan. Betul. Tetapi itu hanya reaksi awal.

Di kemudian hari tak tertutup kemungkinan adalah hal yang membahagiakan. Karena yang baik bertemu dengan yang baik. Pun sebaliknya.

Awal dari setiap perpecahan perlu di renungkan, dianalisa. Awal mula nya apa sih? “Begitu kira-kira. Bila keadaan sudah begitu, langkah apa selanjutnya. Bukan malah menyerempet kiri-kanan, hanya untuk menutupi kesalahan.

Ksatrialah. Begitu kata para pendekar kehidupan. Salah satu nya mungkin orang tua kita. Logisnya, jangan kan kita dengan orang lain, dengan keluarga saja, misal, Kakak, Adek, Orang tua bahkan dengan orang-orang terdekat sekalipun, kita harus sama-sama menyadari bahwa, konsekuensi dari kesalahan pasti lah ada.

Hal-hal seperti ini juga sudah ada dari zaman ke zaman. Makanya dari buku-buku yang kita baca, bahwa sejarah selalu terulang kembali. Harmoni kehidupan.

Ada dua hal yang bisa menjadi pelajaran. Mudah di ucap tapi sulit untuk diterapkan. Karena kita sudah teramat sering menyepelekan setiap masalah.

Bahkan menyalahkan masalah tersebut. Timbullah ego yang meninggi. Nurani tertutup. Yang ada pembenaran diri.

Terkait masalah, pertama, kesalahan yang betul-betul di sengaja. Kedua karena kelalaian. Pertama dan ke dua sama konsekuensinya. Walau kadarnya berbeda. Apa lagi saat ini kita hidup dalam era gadget, sekedipan mata, gosip terus berkembang, menjalar dan merembet ke segala arah. Resiko.

Kesalahan yang disengaja kadarnya tentu berbeda. Lebih lanjutnya, pembaca sudah pasti tahu arahnya kemana.
Kalau hanya karena kelalaian ada perharapmakluman. Karena setiap dari kita tidak ada yang sempurna.

Mengenai gosip, issue yang berujung hoax akan berhenti sendiri. Tentu dengan catatan, yang lalai memperbaiki diri. Bukan malah unjuk gigi dengan busung dada seakan-akan tidak bersalah. Menggerakkan semua sendi-sendi untuk membentengi diri. Bahkan menantang. Tentu hal-hal seperti ini bukan malah menyelesaikan masalah. Jadi wajar saja dan alami perpecahan terjadi.

Tetapi bila masalah bersumber dari mulut-mulut penggosip, tukang fitnah yang selalu mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkan dan mendiskreditkan seseorang yang bahkan tidak tahu awal mula suatu permasalahan tetaplah juga diberi ruang biar hatinya senang.

Mungkin tipe orang seperti ini lagi seneng-senengnya. Karena berpikir dirinya dikelilingi bintang-bintang, padahal lagi lapar sehingga kepalanya berkunang-kunang. Tak perlu juga ditekan, apa lagi dibenci. Bukankah setiap dari kita punya catatan di hati masing-masing, yang sering kita sebut managemen kalbu. Biarkan saja.

Karena apa yang dilakukan untuk orang lain sampai meneteskan air mata, konsekuensinya kelak akan mendapat dan merasakan lebih perih lagi. Syukur-syukur kita semua panjang umur dan masih bisa melihat, menyaksikan apa yang telah diperbuatnya.

Tak perlu risau, resah dan sibuk membenarkan diri. Teruslah melangkah. Kalau tidak jera dan berubah juga, ya angkat tangan saja. Bila percaya takdir, pandanglah ke atas, tarik nafas dan menunduk untuk menghembuskannya. Pertolongan akan datang.

Rasakan sendiri. Ada tangan ajaib dan sepasang mata yang tidak pernah tidur, selalu menjaga, merawat dan memelihara kehidupan yang sama-sama kita sebut, MAHA BESAR. Itulah yang akan dilawannya.
Penulis Ketua Pokja PWI Jakarta Selatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *