2023-07-02 23:03

Selamat Jalan Bang Muntaco || Oleh Herman Wijaya

Share

TIDAK BANYAK orang Betawi yang menjadi wartawan. Muntaco Fado adalah salah seorang yang sedikit itu. Dua lainnya yang saya kenal adalah H. Firmansyah (H Piping) dan Anggara Rengganis (almarhum). Banyak yang mengira, Muntaco Fado adalah Firman Muntaco, penulis cerita Betawi yang legendaris itu.

Muntaco dikenal sebagai wartawan yang tertib, selalu berpakaian rapih. Kerap memakai baju tangan panjang yang tidak pernah digulung, kadang dibalut jaket yang bersih. Rambutnya juga selalu disisir rapih. Dia berbeda dengan wartawan kebanyakan yang berpenampilan awut-awutan dan berpembawaan slebor.

Muntaco selalu mengendarai sepeda motor tuanya, Honda GLK 100 warna merah, bila bepergian. Meskipun motor tua selalu terlihat bersih dan tokcer bila diselah.

“Saya enggak bisa naik kendaraan umum. Sampai sekarang belum pernah,” katanya suatu ketika.

Saya mengenal Muntaco ketika PWI Sie Film dan Budaya masih berkantor di Gedung PPHUI lama — di depan Gedung Nyi Ageng Serang. Dia adalah wartawan Majalah Ria Film. Ketika itu Ilham Bintang (belum haji) menjadi Ketua PWI Sie Film.

Walau berbeda usia, hubungan kami cukup dekat. Kami sama-sama menyukai fotografi. Muntaco sangat sayang dengan kamera manual Nikon F2 miliknya, yang selalu dirawat dengan baik.

Dia bahkan dengan bangga menceritakan, ketika Nikon F2 menjadi properti film “Under Fire” (1993). Nikon F2 digunakan oleh wartawan Russel Price (diperankan oleh aktor Nick Nolte).

“Under Fire” adalah sebuah film thriller politik Amerika, yang berlatar hari-hari terakhir Revolusi Nikaragua yang mengakhiri rezim Somoza pada 1979. Disutradarai oleh Roger Spottiswoode, film ini dibintangi oleh Nick Nolte, Gene Hackman, dan Joanna Cassidy.

Hubungan dengan Bang Muntaco terus terjaga, karena kami beberapa kali ikut di kepanitiaan Festival Film Indonesia (FFI) atau Festival Film Asia Pasifik (FFAP) jika diadakan di Indonesia.

Kerjasama terakhir ketika saya menukangi Tabloid Bintang Film, milik produser film H. Firman Bintang, sekitar 7 – 8 tahun lalu. Dia ikut terlibat sebentar. Meski pun usianya sudah lanjut, Bang Muntaco masih suka datang ke lokasi syuting.

Dari sana dia baru pulang tengah malam dengan sepeda motornya. Saya pernah mengingatkan agar tidak perlu datang ke lokasi untuk wawancara, cukup mengutip saja dari media online. supaya menghemat tenaga dan jaga kondisi. Tetapi dia bilang, tanpa meliput rasanya bukan wartawan. Begitulah dedikasinya terhadap profesi.

Namun usia tak bisa dilawan. Akhirnya dia menyerah juga dengan pola kerja seperti itu. Apalagi kesehatannya terus menurun. Bang Muntaco lalu mengundurkan diri. Beberapa teman yang tinggal dekat rumahnya di kawasan Kota Bambu Utara, Pal Merah, Jakarta Barat, mengabarkan beliau sudah sakit-sakitan. 5 tahun lalu bersama Teguh Imam Suryadi saya menemui dia di rumahnya. Dia memang sedang sakit. Sudah sulit berjalan akibat asam urat yang tinggi.

Kami pernah menengoknya sekali lagi. Kondisinya sudah lebih baik. Tetapi sejak itu saya tidak pernah menemuinya lagi.

Hari ini saya mendapat kabar dari WA yang dikirim oleh Dimas Supriyanto Martosuwito, Bang Muntaco Fado telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, pada Jum’at pagi (7/4/2023) pukul 10.30 WIB. Jenazahnya dimakamkan hari ini juga, Baada Ashar, di TPU Petamburan. Selamat jalan Bang Muntaco. ■■■

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *