
Konflik Lahan Sawit, Ketua DPRD: Berikan Hak Masyarakat Sesuai Legalitas Kepemilikan
HARIAN PELITA MOROWALI – Ketua DPRD Morowali Utara Megawati Ambo Asa menyampaikan, terkait konflik lahan sawit antara PT Agro Nusa Abadi (ANA) dengan Kelompok Tani Sipatuo lima desa, pihaknya ingin masyarakat diberikan hak-haknya.
“Terkait klaim warga, rekomendasi saya sudah sangat jelas. Berikanlah hak-hak masyarakat sesuai legalitas kepemilikannya,” tutur Megawati kepada awak media, Senin, (3/1/2022).
Bahkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perusahaan tersebut untuk mengetahui hak, legalitas, perizinan dan lainnya. Berdasarkan RDP itu, lantas diberikan beberapa rekomendasi.
“Beberapa rekomendasi dari DPR yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mana itu harus disetor ke pemerintah daerah, yang kalau kita lihat bersama untuk sampai kontribusi kewajiban dari pihak perusahaan itu persyaratan salah satunya nya HGU. Setelah hasil RDP itu katanya on proses,” ungkapnya.
Megawati menegaskan, pihaknya sebagai lembaga DPRD menginginkan segala sesuatunya terlaksana sesuai target. Dimana perusahaan melakukan dan melaksanakan yang menjadi kewajiban-kewajiban mereka pada pemerintah daerah dan masyarakat.
“Sampai hari ini kami menunggu juga karena HGU masih berproses. Mengundang pihak dari BPN, insyaallah dalam waktu dekat masa sidang kami akan melakukan RDP kembali,” tegasnya.
Selain itu, Megawati juga menyebut bahwa dirinya sudah menyampaikan permasalahan BPHTB ini kepada pemerintah daerah setempat.
Adapun Masyarakat Petani Morowali Utara yang tergabung dalam Kelompok Tani Sipatuo lima desa menganggap bahwa lahan sawit yang dikuasai PT. ANA merupakan lahan masyarakat.
Klaim ini, berdasarkan Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan Kepala Desa Bungintimbe, Toara, Bunta, Tompira dan Molino pada tahun 1993. Lahan tersebut, sudah dimanfaatkan secara terus menerus sebagai lahan pertanian dan tambak oleh masyarakat.
Bahkan menurut Koordinator Kelompok Tani Lima Desa, Haji Abidin, Para petani di lima desa ini, juga telah membayar pajak pada setiap tahunnya. Hal serupa disampaikan Ketua LBH HKTI H Apriyansyah, SH, MH.
Menurutnya, penguasaan lahan oleh PT ANA menyalahi hukum, lantaran perusahaan itu tidak memiliki kekuatan hukum berupa HGU dari Kementrian ATR/BPN.
PT ANA, lanjut Apriyansyah, hanya memiliki izin prinsip dari Plt Bupati Morowali Utara, yang berdasarkan keterangan Ombudsman Republik Indonesia telah cacat hukum dan itu merupakan mal prakrek administrasi, karena Plt tidak boleh mengeluarkan kebijakan.
“Tentu dengan persoalan ini, negara wajib hadir ditengah-tengah masyarakat yang menuntut keadilan hukum terkait kepemilikan lahan masyarakat, dimana masyarakat merasa hak kepemilikannya telah dirampas oleh perusahaan perkebunan,” tutur Apriyansyah.
PT ANA sampai saat ini tidak memiliki HGU selama 16 tahun, namun menguasai tanpa memberikan kompensasi kepada masyarakat sebagaimana terungkap pada saat RDP DPRD Kabupaten Morowali Utara pada tanggal 3 November 2021 dan PT. ANA tidak hadir walaupun sudah diundang. ●Red/IA