Harus Rela Berpisah Meski Terluka || Oleh Endah Sayani
SAAT dua insan manusia Allah pertemukan tidak selalu untuk selamanya bersama atau langgeng dalam menjalani hubungan, pepatah mengatakan setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan.
Perpisahan itupun semua sudah diatur Sang Kausa Prima. Allah pisahkan karena Allah mempunyai rencana lebih indah untuk hambaNya. Ada yang dipisahkan karena ajal, ada yang harus berpisah karena memang itu bukan yang terbaik bahkan dipisahkan karena seseorang itu sudah ada pemiliknya.
Bicara tentang cinta, lagi-lagi bicara tentang hati, tentang perasaan yang rumit dan sulit untuk dikendalikan. Cinta adalah sebuah perasaan bahagia saat kita mencintai seseorang. Tapi jika mencintai orang yang salah, cinta terlarang apakah kita bahagia? Bisa, tapi sesaat, selebihnya terluka, kecewa penuh deraian air mata, selanjutnya akan terus menderita.
Bagaimana tidak menderita karena yang dicintai sudah ada pemiliknya bahkan lebih kejam lagi ketika dua-duanya sudah ada yang memiliki meskipun keduanya saling mencintai, jika dipaksakan bersama maka akan banyak hati yang tersakiti.
Kenapa harus terlarang? Bukankah setiap manusia berhak jatuh cinta kepada siapa, siapa bertemu dengan siapa, toh cinta datang tanpa diundang bukankah itu anugerah yang patut disyukuri
“Bukan kita yang memilih cinta tapi cinta yang memilih kita. Cinta itu tidak pernah salah yang salah itu kita memilih orang yang tidak tepat”.
Begitu rumit tentang cinta, jatuh cinta kepada orang yang sudah ada yang memiliki saling mencintai dan menyayangi tapi tidak bisa memiliki raganya, hanya bisa memiliki hatinya.
Hati sudah tertaut tapi sulit bagi keduanya untuk bersama, karena masing-masing sudah ada yang memiliki dengan terpaksa meski terluka harus berpisah. Sakit, kecewa, terluka pasti karena ini sebuah konsekuensi yang harus diterima.
Cinta datang diwaktu yang tidak tepat, mencintai orang yang tidak mencintai kita itu kesakitan dan jatuh cinta kepada orang yang salah itu sama dengan melukai diri sendiri. Namun terpaksa harus rela berpisah meski harus terluka, sudah banyak kenangan indah yang dilalui dengan rasa cinta yang kuat.
Apapun alasannya mencintai orang yang sudah ada pemiliknya itu salah, salah memilih orang, sekuat apapun rasa cinta harus mengakhiri meski sakit, kecewa membawa pergi hati yang lara.
Kenapa kita terluka dengan cinta? Ini menurut psikolog,
Karena, keintiman sudah menjadi bagian di dalamnya, maka akan menjadi semakin rumit dan tidak bisa saling melepaskan. Menurut Deborah Ward, penulis buku Overcoming Low Self-Esteem with Mindfulness, di sinilah mereka mulai memasuki ‘medan keintiman’. Tak peduli seberapa rasional dan hebat kamu dalam mempersiapkan diri, segalanya akan berubah drastis begitu kita berkenalan dengan keintiman. Baik itu keintiman fisik atau emosional.
Fakta psikologi tentang cinta. Cinta adalah rasa kasih sayang yang kuat dan pesona pribadi. Karena faktor formatif, cinta juga bisa diartikan sebagai emosi seseorang. Dalam konteks filosofi cinta, semuanya berkualitas baik, mewarisi kebaikan, kasih sayang, dan belas kasih.
Menghentikan pola berujung bencana seperti ini memang tidak mudah, tetapi bukannya tidak mungkin dilakukan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadari adanya yang salah dalam menjalani hubungan. Dengan demikian bisa dilakukan introspeksi lebih jauh, proses perbaikan rasa percaya diri, dan pada akhirnya kemampuan untuk berkata tidak saat ketertarikan kepada pria atau wanita yang salah.
Karena pada dasarnya setiap orang berhak untuk mendapatkan pasangan yang mampu menghargai, saling menyayangi dan mencintai tidak menjadikan mereka sebagai prioritas kedua, ketiga, atau nomor sekian.
Maka, berhati-hatilah dengan cinta, karena cinta akan membawa luka jika bertemu dengan orang yang salah. Bukankah seharusnya cinta itu membahagiakan.*****
Semoga menginspirasi
Editor: Agatha