Jangan Pernah Jadi Pelangi Untuk Pasangan yang Buta Warna || Oleh Endah Sayani
DALAM menjalin hubungan itu tidak mudah. Terlebih sudah masuk dalam fase pernikahan, perlu perjuangan dan usaha yang ekstra keras untuk mempertahankannya. Saat pernikahan kita terasa begitu sulit, banyak hal yang menjadi alasan seseorang untuk tetap bertahan?
Karena banyak faktor yang menjadi pertimbangan mulai dari;
Tekanan sosial
Memikirkan keluarga, teman maupun komunitas agama yang tidak menyetujui pasutri untuk bercerai akan membuat kita berpikir ratusan kali sebelum bercerai. Biasanya mereka mengatakan, “Kami dipandang sebagai pasangan yang akur, kalau bercerai apa kata dunia”.
Tekanan moralitas
Banyak dari kita percaya bahwa perceraian itu melanggar perintah agama. Sebagian orang percaya bahwa bercerai itu dosa, sehingga kita akan mengupayakan sebaik mungkin agar pernikahan dapat terus bertahan.
Mereka memikirkan bagaimana nasib anak mereka apabila bercerai. karena kebahagiaan anak yang utama. Apakah mereka akan mengalami masalah hubungan saat bertumbuh menjadi dewasa, atau mungkin nanti akan mendapatkan problem kesehatan mental sebagai akibatnya?
Keterbatasan finansial
Yang mereka takutkan akan mengalami kehilangan pencari nafkah atau pembagian harga gono-gini. Bagi wanita yang ibu rumah tangga pergumulan ini begitu nyata karena mereka menggantungkan hidup mereka kepada suaminya. Mereka juga takut tidak mampu membesarkan anak dengan baik akibat masalah finansial.
Yang mana akibatnya mereka mungkin dapat kehilangan anak mereka. Sebaliknya untuk pria pembagian harta juga bisa membuatnya berpikir walau biasanya tidak terlalu dipusingkan olehnya.
Proses perceraian yang sulit, sangat menguras waktu, tenaga, uang dan mental.
Kualitas hidup yang berubah
Jika kehilangan orang yang selama ini memberikan berbagai kebutuhan fisik dan emosional. Resiko kehilangan finansial membuat kualitas hidup mereka akan menurun atau bahkan terjatuh. Tetapi bukan semata-mata masalah uang saja, kehilangan dukungan pasangan khususnya saat menghadapi masalah-masalah di masa mendatang juga akan dirasakan menyulitkan untuk bercerai. Tentunya hal ini tidak menjadi pemikiran bagi mereka yang sudah mengalami keterpisahan emosi.
Namun tidak sedikit pula yang pada akhirnya menyerah karena sudah dalam titik lelah. Setelah semampu bisa untuk tetap bertahan tapi tidak dapat penghargaan dari pasangan dalam menjalankan roda rumah tangga.
Titik lelah ini boom waktu bagi wanita, mereka tidak akan perduli lagi dengan pasangannya atau bahkan ada yang akhirnya memutuskan untuk berpisah
Mereka tak lagi melibatkan pasangan untuk urusan apapun, mulai malas bercerita, tak lagi mau memberi, malas berdebat dan tidak mau ada konflik.
Dalam diamnya mereka tidak mau lagi menuntut suaminya agar menjadi apa yang mereka inginkan, namun membiarkannya melakukan apapun tanpa ada perdebatan apapun dengannya.
Karena mereka mengerti jika dia benar-benar mencintai istrinya dia tidak akan membiarkan istrinya mengemis apapun tentangnya. Dan ternyata memang benar adanya;
Sebaik apapun kita, setulus apapun kita, sepenurut apapun kita, tidak akan pernah ada artinya buat orang yang tidak pernah bisa bersyukur memiliki kita
So, percuma menjadi pelangi untuk suami yang buta warna, padahal pelangi diciptakan berbeda tapi berdampingan untuk mendapatkan keindahan
Untukmu para suami, jika tidak bisa bersyukur, jangan selalu mematahkan hati istrimu, karena suatu saat kamu pasti akan terluka akibat patahan itu.
Editor: Agatha
Saya penderita buta warna pantas saja saya tidak pernah melihat pelangi dari pasangan saya :’)