2024-05-03 23:42

Konsep Arah Baru Pembangunan Nasional

Share

HARIAN PELITA — Pembangunan dalam sebuah negara merupakan keharusan, bangsa yang tidak melakukan proses pembangunan akan menjadi bangsa yang jumud dan terbelakang.

Pembangunan mesti dilaksankan secara utuh, membangun manusia dan infrastruktur. Berhasil atau tidak pembangunan sangat ditentukan oleh konsep yang menjadi dasar pembangunan nasional.

Konsep tersebut bertindak sebagai kompas yang mengarahkan bandul pembangunan, oleh sebab itu perumusan arah pembangunan nasional perlu dilakukan secara cermat agar Indonesia tidak menjadi negara auto pilot.

Bangsa Indonesia memerlukan sebuah arah pembangunan nasional yang tepat. Arah pembangunan nasional yang dapat menjadi pijakan bagi proses pencapaian kesejajaran dengan bangsa-bangsa lain.

Semenjak merdeka, Indonesia memilih mengelola pembangunan dengan proses yang terencana dengan berbagai model, di antaranya; Plan Produksi Tiga Tahun Republik Indonesia (1947-1950), Rencana Produksi Tiga tahun (1948-1950), Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) (1956-1961), Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (1961-1969), Repelita I-VII dalam Garis-garis Besar Haluan Negara atau GBHN (1971-1998), dan Rencana Strategis Nasional dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah Nasional (RPJP, RPJM Nasional) pada era reformasi (1999-sekarang).

Perkembangan global dengan gelombang industri barunya yang telah mencapai tahapan keempat bahkan kelima. Perkembangan tersebut membawa diskursus standar kemajuan baru yang turut memberi pengaruh terhadap cara menggerakkan pembangunan nasional.

Banyak nilai intrinsik budaya asli Nusantara yang tidak lagi dipandang penting untuk menjadi elan vital dalam proses pembangunan. Citra manusia dan masyarakat Indonesia yang hendak dibentuk dalam proses pembangunan ini tidak terdefinisi secara tepat dan dapat dengan mudah dimplementasikan di Indonesia.

Konsep arah pembangunan seyogyanya dapat mengantar manusia Indonesia yang lahir dan tumbuh di setiap era nantinya akan dapat menghayati Indonesia sebagaimana Indonesia yang diamanatkan oleh konstitusi dan alam pikiran para pendiri bangsa ini.

Pada era kepemimpinan Presiden Soekarno (Orde Lama), imaji kemandirian yang amat heroik, disimpulkan dalam konsep Berdiri di Atas Kaki Sendiri (Berdikari) mengharuskan program pembangunan secara fundamental terlebih dahulu diarahkan pada penciptaan human investment untuk mencapai tingginya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Pemerintah percaya bahwa SDM yang unggul adalah warga negara terdidik yang memahami ideologi revolusioner Indonesia serta memiliki kompetensi tinggi sehingga memungkinkan mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang dikandung oleh bumi Indonesia.

Rencana pembangunan yang diberlakukan di era Demokrasi Terpimpin dibangun di atas landasan visi ideologis yang amat kuat. Tri Sakti, yakni bangsa yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dikumandangkan sebagai jargon penting.

Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (1961-1969) mengandung ambisi besar untuk menguatkan semangat antineokoloniaisme dan imperialisme (antinekolim) sebagai sebuah kampanye internasional yang dipandang akan menjadi fondasi terkuat, nyatanya sangat sulit dijalankan akibat tingginya reaksi Barat. Impian Berdikari tersandung dalam instabilitas politik. •Redaksi/Gun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *